head

Mungkinkah Agama menjadi Dasar Ilmu Pengetahuan dalam Ekonomi?

          Pertanyaan klasik ini seketika muncul seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dari berbagai sumber telah menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama telah berjalan beriringan, bahkan ada yang menolak hal ini. 
         Chapra (2001) memberikan penjelasan tentang alasan yang umum digunakan untuk menolak kemungkinan ilmu pengetahuan dibangun di atas paradima agama serta alasan bagi kemungkinannya. Hal pertama, yan dijadikan alasan ketidakmungkinan penyatuan ilmu pengetahuan dan agama adalah karena keduanya berada pada tingkat kenyataan yang berbeda .Ilmu pengetahuan berkaitan dengan alam raya secara fisik yang dapat dikenali oleh pancaindra, sedangkan agama cakupannya lebh luas. Agama mencakup tingkat kenyataan yang lebih tinggi, bersifat transendental, dan melebihi jangkauan pancaindra, termasuk aspek kehidupan setelah kematian (akhirat). Hal kedua adalah sumber acuan agama dan ilmu pengetahuan adalah berbeda. Ilmu pengetahuan bertumpu kepada akal  sementara agama bersumber dari Wahyu Tuhan.  Dengan berbagai metodenya (kemudian disebut metode ilmiah) ilmu pengetahuan berusaha untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan kemudian memprediksi fakta-fakta empiris  untuk berbagai kepentingan kehidupan manusia. Disini terkandung sebuah asumsi implisit bahwa manusia mengetahui dengan pasti atas seluruh aspek kehidupannya sehinga ia dapat memutuskan sendiri apa yang terbaik baginya. Sementara itu, dengan mendasarkan atas wahyu Tuhan, dan segala derivasi kebenaran darinya agama juga mendeskripsi berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia. Di sini, tekandung asumsi implisit bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui segala kebenaran dengan sebenar-benarnya kebenaran, sedangkan manusia hanya memiliki pengetahuan sedikit. 
          Umer Chapra menyatakan “Islamic economic may defined as that branch of knowledge which helps realize  human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in conformity with islamic teachings without unduly curbing individual freedom or creating continued macroeconomic and ecological imbalances”. Dalam hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam Ekonomi Islam sendiri terdapat dua pemaknaan yaitu, sebagai sistem nilai maupun sebagai sistem analisis (ilmu). Dalam sistem nilai ekonomi islam merujuk pada prinsip-prinsip nilai Islam. Secara filosofis, nilai-nilai tersebut berdasarkan kepada bagaimana manusia memahami dengan baik pandangan dunia islamnya (Ru’yatul Islam li al Wujud/Islamic Worldview). Sebagai sistem analis tentunya peran metodologi sangat signifikan dalam rangka mengembangkan analisa atau studi tentang ekonomi berdasarkan prinsip nilai-nilai islam untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi umat.
          Kemungkinan ilmu pengetahuan dibangun atas dasar agama dijelaskan oleh Kahf (1992). Cakupan ilmu pengetahuan dan agama adalah saling bertemu, dan karenanya keduanya dapat teerjalin suatu hubungan yang erat. Hal ini sangat dimungkinkan ketika agama didefinisikan sebagai seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti untuk membimbing manusia dalam tindakannya terhadap Tuhan, orang lain dan tehadap diri sendiri. Ilmu ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang prilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi  untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi. Dengan definisi seperti ini maka ilmu ekonomi dapat dicakup oleh agama, sebab ia merupakan salah satu bentuk prilaku kehidupan manusia.
           Keterkaitan agama dan ilmu juga dapat dikaji dengan melihat kaitan antara wahyu (revelation) dan akal (Reason). Menurut Abu Sulaiman, pemahaman seorang muslim keterkaitan wahyu dan akal bersumber kepada ontologi Islam. Allah telah menganugrahkan manusia akal yang merupakan alat untuk memahami dunia dimana ia berada untuk mendukung posisinya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sementara itru, wahyu merupakan sarana untuk menuntun manusia terhadap segala pengetahuan tentang tujuan hidupnya, untuk memberitahu segala tanggungjawabnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Wahyu memberi informasi kepada manusia tentang berbagai konsep metafisik, tentang hubungan berbagai hal dalam alam semesta, hingga tentang kompleksitas manusia dan interaksi sosialnya. Dengan dmikian, sebenarnya antara akal dan wahyu saling melengkapi satu sama lain. Jadi, ilmu pengetahuan dan agama  juga saling melengkapi dalam membangun suatu kehidupan yang baik (hayyah thayyibah)bagi manusia dan seluruh kehidupan.
          Pada masa keemasan/golden age (abad 7-13 M) di dunia Islam agama dan ilmu pengetahuan pernah menyatu membentuk satu peradaban yang menakjubkan, serta saling menguat satu sama lain. Selama kurun waktu tersebut peradaban Isla menyinari dunia, termasuk dunia barat. Konsep intergrasi agama dan ilmu pengetahuan inilah yang dalam masa sekarang dijadikan paradigma pengembangan ilmu pengetahuan yang Islami.
-Cyas-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar