head

Euforia Blackberry dan Gaya Hidup


Nama Blackberry tentu sudah tak asing lagi untuk sebagian masyarakat yang hidup di daerah perkotaan. Besar kecil, tua muda, laki perempuan, 7 dari 10 orang mungkin akan lebih memilih Blackberry jika disuruh memilih satu beberapa merk smartphone yang beredar di negara ini. Pun merk lain smartphone tersebut tidak kalah fitur jika dijejer dengan produk RIM (Research In Motion) tersebut. Sebut saja iPhone, Samsung Galaxy Ice, LG Optimus Black, HTC, dan lain-lain.
Gadget ini sebenarnya sudah cukup lama diperkenalkan di Indonesia, yaitu oleh Indosat pada Desember 2004. Ketika itu Blackberry masih asing dan belum bisa dibandingkan dengan Nokia dan Ericson sebagai leader vendor telepon genggam. Namun Blackberry mulai menjadi populer sejak pers menangkap fakta bahwa presiden Amerika Barack H. Obama ternyata juga pengguna produk ini. (Seperti diungkap dalam situsnya wired, bahwa Obama akan tetap membawa Blackberry kemanapun ia berada agar tetap dapat terhubung dengan publik, baik lewat sms; telpon; maupun email. Padahal pihak keamanan Amerika menilai bahwa hal itu bisa mencelakakan presiden, karena tidak ada teknologi yang benar-benar aman terhadap ulah hacker.)
Ini semakin membuat pamor Blackberry menjadi heboh pasar elektronik di Indonesia. Terlebih lagi pada Januari lalu ketika terdengar perseteruan antara Keminfo dan RIM. Nama Blackberry semakin marak dibicarakan banyak kalangan. (Sebenarnya bukan terkait konten pornografi yang dijadikan pokok permasalahan, tetapi lebih ke masalah pembagian kue ekonomi yang seharusnya bisa dinikmati pemerintah jika RIM tunduk untuk mendirikan kantor perwakilan dan server di Indonesia).
Perkembangan Blackberry di Indonesia tercatat dalam beberapa data berikut. Dimulai dari PT Axiata Tbk, yang mendapatkan pertumbuhan pelanggan BlackBerry di kuartal ke 3 sebanyak 100 ribu pelanggan hingga mencapai 1,4 juta pengguna dari 1,3 juta pengguna. Menurut informasi yang peroleh, XL menargetkan meraih pertumbuhan hingga mencapai 1,5 juta pelanggan di tahun 2011. Target yang cukup besar mengingat pada kuartal 1 tahun 2011, XL hanya memiliki 750 ribu pelanggan BlackBerry. Sama halnya dengan Telkomsel yang merupakan anak perusahaan dari PT Telekomunikasi Indonesia, hingga saat ini mereka mencatat memiliki pelanggan di kisaran 2,5 juta pelanggan. Jumlah ini merupakan hasil pertumbuhan sebesar kurang lebih 20% dari bulan Mei hingga Agustus 2011. Sedangkan Indosat juga ikut memperoleh kenaikan jumlah pelangan BlackBerry hingga 100 ribu pelanggan dari kuartal 2 tahun 2011. Secara keseluruhan, total pengguna Blackberry di Indonesia yang tahun lalu hanya berjumlah 2.63 juta, diperkirakan akan mencapai 4 juta pelanggan pada akhir tahun ini. Tak salah bila Indonesia merupakan pasar Blackberry terbesar di Asia Tenggara.
Data diatas adalah fakta dan bukanlah hal yang mustahil jika kita mendengar berita akhir-akhir ini tentang Blackerry. Salah satunya adalah berita tentang kericuhan yang terjadi di Pacific Palace pada 25 November lalu (untuk lebih jelasnya anda bisa googling dengan kata kunci “Pacific palace blackberry bold bellagio”). Kejadian tersebut memberi tanda bahwa betapa besar animo masyarakat kita kepada produk ini. Tercatat sekitar 2000 orang rela mengantri demi mendapatkan BB Bold Bellagion 9790 dengan harga RP. 2,3 juta dari harga asli Rp. 4,6 juta. Padahal discount hanya berlaku untuk 1000 buah pembelian pertama. Akhirnya kericuhan pun tak terelakkan dan hampir saja menimbulkan korban jiwa karena keadaan yang berdesak-desakan. Kericuhan ini menjadi sorotan media lokal bahkan media asing, diantaranya MSN UK , GWT dan Nenfo.

Karakteristik Konsumen : Mars VS Venus
Indonesia mempunyai nilai GDP dengan tren naik sejak tahun 2001. Pada tahun 2010 lalu nilai GDP kita mencapai US$ 706,7 miliar dengan pendapatan perkapita sekitar US$ 3000/tahun.  Dalam teori ekonomi, ketika GDP suatu negara naik maka pendapatan masyarakat ikut bertambah. Kesejahteraan dalam hal ekonomi pun naik dan kemiskinan seharusnya berkurang. Sekilas kita melihat hubungan positif antara nilai GDP  yang tinggi dengan kenaikan tingkat konsumsi masyarakat khususnya terhadap perkembangan penggunaan Blackberry di tanah air ini, tetapi sebelum itu mari kita lihat lebih jauh ke akar permasalahan.
Masyarakat kita cenderung menjadikan konsumi suatu barang sebagai lifestyle. Mereka akan membeli barang yang sebenarnya bukan menjadi kebutuhannya hanya agar dapat diterima oleh komunitas, rekan kerja atau mungkin kelompok tertentu. Gaya konsumsi seperti ini lebih sering dikenal dengan tipe venus. Mayoritas dari tipe ini adalah para wanita. Tapi di Indonesia, banyak juga pria termasuk tipe ini. Tergantung tingkat gengsi masing-masing individu dan budaya yang berlaku. Berbeda dengan tipe mars yang mengkonsumsi barang hanya apabila ia membutuhkannya.
Tipe venus cenderung akan mengeksploitasi (mengkonsumsi penuh) barang yang ia beli lantaran ingin memaksimalkan utilitas. Ia akan merasa rugi jika ia tidak melakukan hal itu mengingat cost yang cukup besar ketika mendapatkan barang. Oleh karena itu, konsumen dengan tipe ini akan sangat amat senang jika ada penjualan high-tech gadget dengan harga murah (lihat kasus kericuhan di Pacific Palace 25 November lalu). Tak peduli apapun realitanya, ia akan berusaha kuat untuk mendapatkan barang itu.  Tidak demikian dengan tipe mars, mereka membeli barang karena ia butuh. Berapa pun harga yang ditawarkan asal terjadi kesepakatan antar pembeli dan penjual, maka ia akan beli barang itu.
Tipe venus hanya ingin tau dan hanya ingin menjajal produk terkini yang notabene nya canggih dan sedang menjadi tren, setelah itu ia menjual kembali barang tersebut (tentu dengan harga yang termasuk tinggi untuk standar harga barang second). Gampang saja untuk membuktikannya, tunggu saja dalam waktu 1-2 minggu kedepan. Blackberry Bold Bellagio 9790 atau Onyx 3 yang dijual di Pacific Palace dengan harga Rp.2,3 juta itu akan kembali dijual second tak jauh rendah dari harga penjualan aslinya (atau bisa jadi lebih mahal) di forum-forum jual-beli online seperti kaskus.us, tokoonline.com dan lain-lain.

Lebih Jauh..
            Perbedaan tipe venus dan mars hanyalah persoalan individu dan memang hanya mencakup hal mikro ekonomi. Tapi hal mikro tersebut akan merembet ke makro jika terakumulasikan. Ketika perusahaan asing mengetahui bahwa mayoritas masyarakat kita bertipe venus dalam konsumsi, mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mereka akan gencar mencecoki kita dengan iklan-iklan yang menggiurkan tentang produk-produk andalan mereka. Apalagi dalam era modern ini iklan-iklan dapat lebih mudah menjangkau setiap individu dan perusahaan dapat membuat biaya marketing seminimal mungkin. Walhasil, negara kita hanya menjadi pasar empuk bagi mereka.
            Kita tidak dapat bersembunyi dari iklan-iklan tersebut. Kita juga tidak menafikan keinginan berkonsumsi barang baru. Hal yang dapat kita lakukan jika terbesit keingingan untuk membeli suatu barang adalah berusaha menimbang apakah barang itu merupakan kebutuhan ataukah sekedar keinginan. Apakah prestasi kita dapat meningkat dengannya ataukah malah sebaliknya. Jika kita telah menimbang bahwa sisi negatifnya lebih banyak dari sisi positifnya, maka lebih baik kita urungkan niat kita membeli barang itu. Cukuplah kita bersyukur dengan segala kecukupan yang telah Allah berikan. Atau akan lebih baik jika budget untuk membeli barang tadi kita sodaqah kan. Pun shodaqah tidak akan mengurangi harta (Al-Hadits). Wallahu a’lam…
by : hakimsan