head

DIRECT PAYMENT DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Tanah Indonesia adalah tanah yang kaya sumber daya alam. Tersebar dari ujung timur di Merauke hingga ujung barat di Sabang. Namun sangat disayangkan, masyarakat yang hidup di atasnya masih banyak yang masuk dalam garis kemiskinan. Data BPS menyatakan bahwa masyarakat miskin mencapai angka 11 juta jiwa dan masyarakat rentan miskin mencapai angka 70 juta jiwa. Angka tersebut bukanlah angka kecil yang bisa diabaikan. Dari sebab inilah pemerintah melakukan upaya untuk menanggulanginya dengan memberikan bantuan-bantuan berupa uang tunai.
            Pemerintah dalam setiap periode memberikan bantuan-bantuan dengan nama beragam. Salah satu bantuan yang kini diterapkan adalah Kartu Keluarga Sejahtera atau lebih dikenal dengan KKS. Di beberapa negara lain juga menerapkan bantuan seperti yang diterapkan di Indonesia dengan negara Brazil sebagai negara pelopor. Bantuan berupa dana tunai  di Indonesia yang selalu berganti nama menyebabkan sulitnya mencari rujukan Undang-Undang karena berbedanya sistem yang dioprasikan pada setiap periode. Pemberian KKS kepada masyarakat miskin agaknya tidak selalu membawa dampak yang baik dalam jangka panjang. Hal ini bisa dilihat dari fakta masyarakat yang kian malas karena telah bergantung pada dana KKS tesebut. Dana dari KKS yang digunakan secara konsumtif juga akan menumbuhkan mental tidak produktif. Dana tunai lebih baik diberikan pada lansia yang pastinya sudah tidak mampu bekerja. Sedangkan masyarakat yang masih termasuk dalam usia produktif hendaknya diberikan lapangan pekerjaan. Kemalasan dan ketergantungan yang terbentuk merupakan sifat yang dicela oleh islam.
            Pada tahun 1848 di Jerman, ada seorang tokoh sosialis yang menjabat sebagai walikota tengah diliputi kesulitan karena terjadi permasalahan kelangkaan makanan pokok. Sang walikota memikirkan cara untuk menuntaskan kekurangan pangan tersebut. Akhirnya dia memiliki gagasan untuk mendirikan sebuah pabrik roti yang kemudian roti-roti itu akan dibagikan kepada seluruh penduduk sehingga masalah kekurangan pangan akan selesai. Masalah kekurangan pangan memang terselesaikan, namun jumlah penduduk yang mengantri untuk menerima roti tersebut bukan berkurang melainkan sebaliknya. Sang walikota kemudian menyimpulkan bahwa masalahnya berakar pada ketergantungan sedekah, ketergantungan politik dan rentenir. Oleh karena itu akhirnya ia mendirikan sebuah koperasi.
            Islam memberikan solusi untuk mengurangi kemiskinan dengan pengoptimalan dana zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf (ZISWAF). Zakat yang merupakan rukun islam tentu memiliki nilai ibadah sehingga akan selalu menjadi wajib bagi yang telah memenuhi syaratnya. Zakat juga berperan sebagai karakter politik yang artinya meskipun seluruh masyarakat di sebuah negara sudah kaya, namun zakat tetap perlu ditunaikan karena nilai ibadah yang dikandungnya. Dengan hal ini, maka kesejahteraan akan tercipta sebagaimana pada masa Umar bin Abdul Aziz.
             Dana dari KKS tidak seluruhnya membawa dampak negatif. Dalam jangka pendek, keputusan pemerintah ini cukup membantu. Indikator yang menyebabkan pemerintah memberikan KKS bisa dilihat pada UUD pasal 34 yang menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Bentuk bantuan ini mungkin memang belum sepenuhnya merata di seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas. Penyebabnya adalah sistem distribusi dari dalam keluar atau dari wilayah terdekat ibu kota yang dilanjutkan wilayah sekitarnya dan seterusnya. Bantuan yang berbentuk dana ini tidak akan pernah lepas dari oknum yang melakukan penyimpangan dan penyelewengan.
            Kebijakan pemerintah berupa pembagian dana KKS memiliki dampak positif dilihat dari perannya yang terlihat dalam jangka pendek dengan segala kekurangannya. Namun dampak jangka panjang  yang ditimbulkan adalah sebaliknya. Agaknya Indonesia perlu bercermin pada beberapa negara lain yang menerapkan bantuan bersyarat yang mana bantuan dana yang diberikan disertakan syarat sebagai pengendali agar tidak terpakai untuk hal-hal yang sia-sia. Sebagai negara dengan mayoritas muslim, masyarakat perlu menghindari sifat malas dan bergantug pada orang lain, karena tangan di atas akan selalu lebih baik dari tangan di bawah.

Editor: Istiqomah IEI 13_ Research club Tazkia Sharia Economic Department

Upah Buruh Dalam Perspektif Islam


                Tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh atau yang sering disebut sebagai “ mayday  “. Buruh sebagai pekerja merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi perusahaan. Tetapi apresiasi terhadap peran buruh tersebut masih belum seimbang. Sering kali masyarakat mendengar aksi buruh untuk menuntut beberapa hal kepada perusahaan. Diambil dari kebijakan memotong subsidi BBM Konsekuensinya, maka serikat buruh meminta upah minimum regional ditingkatkan. Termasuk tuntutan-tuntutan lain yang berjumlah sepuluh poin berupa :
1.       Naikkan upah minimum 2015 sebesar 30% dan revisi KHL menjadi 84 item
2.       Tolak penangguhan upah minimum
3.       Jaminan-jaminan pensiun wajib
4.       Jalankan jaminan kesehatan dengan mencabut permenkes No. 69
5.       Hapus outsourcing
6.       Sahkan RUU PRT
7.       Cabut UU OrMas ganti dengan RUU perkumpulan
8.       Angkat pegawai honorer menjadi PNS
9.       Sediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh
10.   Jalankan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi

Ke 10 tuntutan itu dalam realisasinya hanya poin pertama saja yang mendapat perhatian khusus dan ironisnya jumlah yang direalisasikan tidak sesuai tuntutan yang diminta oleh serikat pekerja. Buruh merupakan salah satu faktor penting dari proses produksi sehingga penentuan upah menjadi determinan koefisien produktifitas pekerja. Indonesia bahkan dunia mengenal upah minimum bagi buruh sejak tahun 1978 di mana terjadi krisis moneter di seluruh dunia. Terlepas dari tuntutan-tuntutan dari serikat pekerja juga permulaan lahirnya  penulis ingin melihat penentuan terhadap upah dari perspetif ekonomi islam.

Perspektif Ekonomi Islam
                Dalam ajaran islam. Penentuan upah memang tidak dijelaskan secara terperinci. Namun bila disandarkan pada pemikiran-pemikiran para ulama terdahulu seperti Ibnu Taimiyah Rahimahullah bahwasannya perlu adanya harga yang adli baik dari sisi perniagaan maupun pengupahan dimana harga atas pekerjaan seseorang sesuai dengan seberapa banyak energi yang dia keluarkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pendapat Ibnu Taimiyah dilandaskan pada hadis Nabi “ berikan kepada seorang pekerja sebelum kering keringatnya”(H.R Ibnu Majah)
                Dilihat dari perspektif negara, maka syariat islam mengharuskan negara untuk menciptakan kesejahteraan, serta mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan. Karena itu kebijakan dan program negara haruslah berorientasi pada penigkatan daya beli (Puchasing Power Parity) masyarakat miskin, termasuk bagaimana mentransformasi kelompok mustahik zakat menjadi muzzaki. Upah sebagai sumber kehidupan keluarga sudah semestinya diatur dengan sedemikian rupa agar tidak terjadi kedzaliman. Baik dari sisi bearan, penentuan waktu, kesesuaian kesepakatan, serta kehalalannya.
                Oleh karena iu Rasul memberi contoh bagaimana memberi upah yang banyak. Jikalau penerima upah melaksanakan tugasnya dengan baik (Sesuai target) maka rasul memberikan upah yang disepakati. Jikalau tidak memenuhi target maka rasul membuat perhitungan seperti melihat keadaan keluarganya, kesehatannya dan kondisi yang terjadi pada saat itu. Dan inilah yang tidak ada dalam konteks indonesia saat ini. Menyamaratakan seluruh upah pekerja dengan hrga yang sama di suatu wilayah.
                Dari sini kita melihat perbedaan yang mendasar antara konteks keislaman dan realisasinya di Indonesia.  Yakni islam melihat upah sebagai konsep moral dan kemanuasiaan. Upah dalam islam tidak hanya sebatas materi tapi juga dimensi akhirat.
Club Riset
14 April 2015